Melindungi anak dari pelecehan seksual
==============================================
Kemarin seorang guru SMU yang juga siswa kelas grafologi saya datang ke rumah. Dia membawa beberapa sampel tulisan tangan beberapa siswa bermasalah di sekolahnya.
Tulisan mereka semua memiliki kesamaan karakter yaitu orang tua yang protektif dan rendahnya harga diri. Harga diri didefinisikan sebagai seberapa jauh seseorang menganggap dirinya berharga. Seseorang yang berharga diri rendah akan rendah pula motivasi untuk memajukan dirinya dan cenderung berani melanggar aturan. Begitu rendahnya harga diri mereka sehingga saya wanti-wanti salah satu murid diberi perhatian segera karena terdeteksi kemungkinan bunuh diri.
"Ada nggak Bu cara dekatin anak ini?", tanyanya.
Jari saya lalu meluncur hingga tulisan terbawah dan terkesiap, anak ini menunjukkan indikasi sebagai korban kekerasan dan nampaknya 'menikmati' perlakuan salah tsb karena tak mampu menemukan jalan keluar.
Mata guru tsb berkaca-kaca dan mengatakan guru BP dan guru agama sekolah sudah turun tangan tapi perilaku murid bersangkutan tak berubah. "Bapaknya orang tak mampu, protektif sekali, melarang dia kemana-mana. Kalau marah suka memukul dia sampai badannya luka-luka. Ibunya sudah lama sakit dan hanya terbaring di tempat tidur", tuturnya.
"maaf", koreksi saya, "maksud saya anak ini bukan saja korban kekerasan fisik tapi seksual". Guru itu langsung meneteskan air mata, "Pantesan bu, bapaknya itu sering ke sekolah ngawasin anaknya. Rupanya takut anaknya cerita".
Saya menenangkan dia. "Bu, ini kan baru indikasi. Coba telusuri dan ajak bicara baik-baik anaknya".
"Saya yakin Bu. Dari tulisannya jelas sekali bentuk patologisnya. Dari awal saya sudah curiga. Waktu sy bilang sy tahu ia menyembunyikan hal yg memalukan mukanya langsung pucat. Tapi sy nggak nyangka kondisinya separah itu".
Kisahnya mengingatkan saya akan RI, anak pemulung korban kekerasan seksual yang beritanya menghebohkan media. Kita ingat juga ada Robet Gedek beberapa tahun silam yang mencabuli anak-anak jalanan. Apakah kekerasan seperti ini hanya menimpa kaum tak berpunya?
Sesungguhnya tidak. Banyak kasus serupa di kalangan the have. Beberapa kali saya menangani kasus serupa dari kalangan pejabat dan pengusaha seperti Paman memperkosa keponakan, Kakak beradik memperkosa adik bungsunya, dsb. Kasus terparah yang saya tangani yaitu kakak beradik yang disekap di loteng dan diperkosa bertahun-tahun oleh ayah kandungnya seorang pengusaha terkenal. Begitu parahnya sehingga dokter obgin yang memvisum menyampaikan laporan salah satu korban takkan bisa hamil karena organ kewanitaannya rusak. Ngeri? Belum seberapa teman. Ketika kasus tsb dilaporkan polisi, anak-anak yang berada dalam perlindungan sanak keluarganya tsb diculik dan hingga kini tak pernah ditemukan. Konon mereka di bunuh agar sang bapak tidak diproses hukum. Masya Allah. Mengapa tidak terekspos media? Tahu sendirilah jawabannya.
Konon sekejam-kejamnya harimau, takkan pernah memangsa anaknya sendiri. Tapi baru kali ini saya tahu ada manusia yang tega memangsa bahkan membunuh anaknya sendiri.
Ok temans. Berarti kejahatan ini tak kenal anda kaya atau miskin. Pintar atau bodoh. Bisakah kita melindungi kejahatan ini dari anak-anak kita. Bisa.
Pertama, ajarkan anak anda pengetahuan mengenai organ intimnya. Gunakan bahasa ilmiah misalnya (maaf) penis untuk laki-laki bukan (maaf) burung, (maaf) klitoris bukan (maaf) titit. Gunanya jika suatu saat anak mengalami pelecehan ia bisa berkomunikasi dengan bahasa yang dapat dipahami semua pihak.
Kedua, ajarkan bahwa yang boleh menyentuh kemaluannya hanya dirinya dan dokter dengan sepertujuan dan pendampingan orang tua. Jika ada yang melakukannya, dia harus berteriak dan melaporkan pada orang tua sesegera mungkin.
Ketiga, pisahkan tidur anak laki-laki dan perempuan sedini mungkin. Bunda Elly Risman bercerita di Lampung seorang anak laki-laki kelas 1 SD memperkosa anak perempuan yang masih duduk di bangku TK. Perkosaan tsb mengakibatkan kerusakan selaput dara korban. Halo.. anak usia 6 tahun memperkosa?
Keempat, jangan membiasakan anak-anak bertelanjang di rumah. Minta juga mereka mengganti bajunya di kamar yang tertutup dan tidak dilihat lain jenis.
Kelima, jangan meninggalkan penjagaan anak perempuan pada laki-laki dewasa apalagi usia sang penjaga telah baligh dan belum menikah karena banyak kasus pelecehan justru dilakukan oleh orang terdekat dan dikenal baik anak seperti paman, supir, tetangga, dsb.
Keenam, awasi anak saat menggunakan komputer yang terkoneksi internet. Banyak situs-situs tidak aman dapat dijelajahi anak sekalipun parental lock atau parent filter terpasang. Sebaiknya letakkan komputer di ruang yang dapat diawasi seperti ruang keluarga. Pernah kejadian seorang ibu yang gaptek komputer bangga anaknya betah di kamar belajar dengan komputermya. Saat si ibu masuk, ia shock melihat anaknya bukan belajar tapi menonton adegan triple X di komputer.
Ketujuh, biasa melihat anak-anak usia SD menenteng smartphone dengan koneksi data kecepatan tinggi? Saya tidak melarang namun mohon bersikap lebih bijak mempertimbangkan apakah putra putri kita sudah siap dan secara moral mampu memanfaatkan perangkat pintar tsb dengan penuh tanggung jawab. Kalau jawabannya belum janganlah mengambil resiko. Jika hanya untuk berkomunikasi, memberikan handphone dengan fitur telp dan sms sudah cukup. Cepatnya tersebar video dan foto porno menurut polisi karena banyaknya pelajar mengunduh via handphonenya. Bahkan saya pernah baca hasil riset suatu lembaga bahwa barang tak senonoh tersebut lebih banyak di unduh melalui handphone daripada komputer! nah lho.
Kedelapan, waspadalah jika perilaku anak berubah. Misalnya dari ceria berubah murung dan cengeng. Dari banyak bercerita berubah jadi pendiam. Dari prestasi belajar yang bagus berubah jadi menurun dan sering melamun. Anak-anak dengan harga diri rendah dan ditekan dengan ancaman oleh pelecehnya biasanya memilih memendammya daripada menceritakannya. Apalagi jika pelaku pelecehan tinggal di rumah yang sama atau anak memiliki ketergantungan yang kuat dengan sang peleceh mis.pelaku adalah ayahnya sendiri.
Kesembilan, ini yang paling pamungkas, Doa! Kita tidak bisa mendampingi anak 24 jam bukan? Mengapa tidak minta perlindungan pada Yang Kuasa untuk melindungi dan menjaga buah hati kita.
Trus..gimana kalau anak sudah terlanjur jadi korban? Tolong anak jangan ditekan dan disalahkan. Dampingi dan besarkan hati anak bahwa anda akan melindungi dia dari siapa pun yang berusaha melukainya. Jika anda bersikap tegar dan tidak panik, anak akan ikut tenang. Jika memungkinkan bawalah anak periksa ke dokter sesegera mungkin untuk mengecek sejauh mana pengaruh pelecehan terhadapnya, apakah terjangkit penyakit kelamin dan terjadi kehamilan. Dokter juga biasanya memberi pil untuk mencegah terjadinya kehamilan. Laporan dokter ini bisa sebagai visum untuk melaporkan pelecehan pada kepolisian.
Harap ingat untuk tetap menjaga privacy dan perasaan anak karena apa yang terjadi adalah aib. Jadi.. hanya bicarakan kejadian ini pada orang/pihak yang anda percaya dan berkepentingan. Meski demikian, jangan mengurus semuanya seorang diri. Anda butuh bantuan dan dukungan orang yang dekat yang dapat anda percaya karena peristiwa ini akan menguras mental dan batin anda. Kemungkinan pula butuh bantuan psikolog karena anak bisa jadi membutuhkan terapi.
Demikian, semoga sharing nya bermanfaat.
Nunki Suwadi
Pendiri Pusat Studi Psikologi Komunikasi Bawah Sadar
Hp 08170134340