Biar miskin asal kaya
Beberapa hari ini saya harus ikut ketiban "pusingnya" tetangga yang nyunatin anaknya
Tetangga ini "sebut namanya saban", saking deketnya sampai-sampai disebut "tangan kanan" saya walaupun tidak pernah terima gaji rutin
Kehidupan saban sehari-hari sangat jauh dari cukup bahkan bisa dikatakan minus karena saban sendiri tidak punya pekerjaan tetap sedangkan istrinya hanyalah seorang tukang cuci di perumahan
Sekarang ini saban lagi nyunatin anaknya yang paling kecil. Total biaya yang dibutuhkan sekitar 13.000.000 dengan hiburan dangdut yang katanya "sudah tradisi" di kampung itu
Saban sampai berani mematok biaya 13,000,000 karena ada saudaranya yang meminjami uang sebagai modal awal dan juga berdasarkan total undangan yang berjumlah 1000 orang
Perhitungannya, kalau masing-masing orang memberi 20.000 maka totalnya bisa keterima 20.000.000 dan paling apes-pun bisa diterima 15.000.000
Saudaranya-pun juga tidak kalah akal, dia berani meminjamkan uang karena saban masih punya jatah tanah yang kalau dijual bisa laku 75.000.000
Karena masih ada kekurangan maka mau nggak mau saban pinjam uang dari kantor saya dan janji akan dikembalikan 1 hari setelah uang dari undangan dihitung
Acara sunatannya sangat meriah dibandingkan tetangga yang juga baru saja nyunatin anaknya padahal tetangga-nya itu mempunyai pekerjaan tetap di kantor
Hiburan dangdut diganti dengan layar tancap selama 3 hari 3 malam dan suguhan kopi, rokok, jajanan kampung dan makanan berat tidak pernah berhenti mengalir
Saya pribadi tidak habis pikir, kok bisa ya ada orang yang berpikiran seperti itu. Tidak punya uang tetapi ingin dipandang sebagai orang yang berduit padahal selepas 3 hari acara dia akan kembali ke kehidupan normalnya, kembali tidak punya duit dan susah makan
Orang seperti saban yang lebih banyak menonjolkan gengsi daripada fungsi atau realita banyak "beterbangan" di sekitar kita dengan kemampuan daya beli yang berbeda-beda
Blackberry, iPad, iPhone, notebook dan gadget terbaru lainnya biasanya dibeli karena biar kelihatan "sama" dengan yang lain tanpa perlu tahu apakah bisa membantu produktifitas atau tidak
Pasar seperti ini sangatlah besar dan sekarang tinggal kita sebagai pedagang yang harus pinter-pinter mencari strategi yang bisa "mengaduk-aduk" hati konsumen
Salam sukses dunia akherat,
Tetangga ini "sebut namanya saban", saking deketnya sampai-sampai disebut "tangan kanan" saya walaupun tidak pernah terima gaji rutin
Kehidupan saban sehari-hari sangat jauh dari cukup bahkan bisa dikatakan minus karena saban sendiri tidak punya pekerjaan tetap sedangkan istrinya hanyalah seorang tukang cuci di perumahan
Sekarang ini saban lagi nyunatin anaknya yang paling kecil. Total biaya yang dibutuhkan sekitar 13.000.000 dengan hiburan dangdut yang katanya "sudah tradisi" di kampung itu
Saban sampai berani mematok biaya 13,000,000 karena ada saudaranya yang meminjami uang sebagai modal awal dan juga berdasarkan total undangan yang berjumlah 1000 orang
Perhitungannya, kalau masing-masing orang memberi 20.000 maka totalnya bisa keterima 20.000.000 dan paling apes-pun bisa diterima 15.000.000
Saudaranya-pun juga tidak kalah akal, dia berani meminjamkan uang karena saban masih punya jatah tanah yang kalau dijual bisa laku 75.000.000
Karena masih ada kekurangan maka mau nggak mau saban pinjam uang dari kantor saya dan janji akan dikembalikan 1 hari setelah uang dari undangan dihitung
Acara sunatannya sangat meriah dibandingkan tetangga yang juga baru saja nyunatin anaknya padahal tetangga-nya itu mempunyai pekerjaan tetap di kantor
Hiburan dangdut diganti dengan layar tancap selama 3 hari 3 malam dan suguhan kopi, rokok, jajanan kampung dan makanan berat tidak pernah berhenti mengalir
Saya pribadi tidak habis pikir, kok bisa ya ada orang yang berpikiran seperti itu. Tidak punya uang tetapi ingin dipandang sebagai orang yang berduit padahal selepas 3 hari acara dia akan kembali ke kehidupan normalnya, kembali tidak punya duit dan susah makan
Orang seperti saban yang lebih banyak menonjolkan gengsi daripada fungsi atau realita banyak "beterbangan" di sekitar kita dengan kemampuan daya beli yang berbeda-beda
Blackberry, iPad, iPhone, notebook dan gadget terbaru lainnya biasanya dibeli karena biar kelihatan "sama" dengan yang lain tanpa perlu tahu apakah bisa membantu produktifitas atau tidak
Pasar seperti ini sangatlah besar dan sekarang tinggal kita sebagai pedagang yang harus pinter-pinter mencari strategi yang bisa "mengaduk-aduk" hati konsumen
Salam sukses dunia akherat,