Catatan buat ayah
[caption id="attachment_773" align="alignleft" width="100" caption=" "][/caption]
Berita meninggalnya ayahanda yang begitu cepat sangat "menghambat" kesemuanya. Semua perasaan, konsentrasi, fokus dan semuanya seolah-olah jadi nge-blank. Saya coba menikmatinya dengan curhat lewat tulisan ini di sela-sela waktu boarding.
Ayah saya sangatlah sederhana sekali, sewaktu kawan-kawan selevel atau bahkan level dibawahnya semua sudah punya mobil, ayah saya malah belum punya. Sering saya kebagian tugas menjemput ke kantor dengan naik motor atau beliau pulang sendiri naik becak ke rumah. saya malas kalau sudah di suruh njemput, ya gimana gak malas, jam 4 sore itu adalah waktunya main sama temen-temen, eh.... ini malah di suruh jemput pulang kantor.
Akhirnya ayah saya beli juga mobil dan itupun bukan mobil baru, mobil bekas merk Mazda 626 dan belinya-pun masih harus turun mesin. Saya senang banget ada mobil sebab saya bisa sekolah naik mobil dan pulangnya bisa muter-muter sama kawan-kawan sambil membayangkan seolah-olah jadi si Boy (film yang ngetop dan soundtracknya dinyanyiin oleh ikang fawzi)
Nilai ulangan tidak boleh ada warna merah, semua harus warna hitam. Untuk urusan sekolah, beliau sangat-sangat keras dan beliau sangat mengharapkan semua anaknya (saya anak terakhir dari 3 bersaudara) dalam hal pendidikan mempunyai gelar di atas beliau yang saat itu bergelar S1.
Pendidikan S1 beliau dapat dari Universitas Terbuka angkatan 1 dan beliau lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Sangat disayangkan, saya pribadi tidak mempunyai gelar melebihi gelar beliau tetapi minimal saya masih bisa berbangga bahwa pendapatan bulanan saya saat ini melebihi apa yang ayahanda dapatkan.
Selain ibu, bapak sangat menyayangi kami dengan cara yang berbeda. Nilai-nilai kesederhanaan, suka menolong saudara, sifat wirausaha biarpun beliau seorang karyawan murni, suka belajar adalah beberapa nilai yang sangat mempengaruhi saya di kemudian hari.
Ada beberapa hal yang bertolak belakang dengan pemikiran saya waktu itu yang akibatnya berujung dengan "berantem" antara ayah dan anak. Tetapi dikemudian hari, saat ini, saya menyesali bahwa apa yang diminta beliau itu semata-mata adalah untuk kebaikan kita terutama saya, beliau memberikan pengajaran dengan cara yang berbeda.
Selamat jalan dan kita semua pasti segera menyusul, saat ini hanya menunggu giliran saja
Berita meninggalnya ayahanda yang begitu cepat sangat "menghambat" kesemuanya. Semua perasaan, konsentrasi, fokus dan semuanya seolah-olah jadi nge-blank. Saya coba menikmatinya dengan curhat lewat tulisan ini di sela-sela waktu boarding.
Ayah saya sangatlah sederhana sekali, sewaktu kawan-kawan selevel atau bahkan level dibawahnya semua sudah punya mobil, ayah saya malah belum punya. Sering saya kebagian tugas menjemput ke kantor dengan naik motor atau beliau pulang sendiri naik becak ke rumah. saya malas kalau sudah di suruh njemput, ya gimana gak malas, jam 4 sore itu adalah waktunya main sama temen-temen, eh.... ini malah di suruh jemput pulang kantor.
Akhirnya ayah saya beli juga mobil dan itupun bukan mobil baru, mobil bekas merk Mazda 626 dan belinya-pun masih harus turun mesin. Saya senang banget ada mobil sebab saya bisa sekolah naik mobil dan pulangnya bisa muter-muter sama kawan-kawan sambil membayangkan seolah-olah jadi si Boy (film yang ngetop dan soundtracknya dinyanyiin oleh ikang fawzi)
Nilai ulangan tidak boleh ada warna merah, semua harus warna hitam. Untuk urusan sekolah, beliau sangat-sangat keras dan beliau sangat mengharapkan semua anaknya (saya anak terakhir dari 3 bersaudara) dalam hal pendidikan mempunyai gelar di atas beliau yang saat itu bergelar S1.
Pendidikan S1 beliau dapat dari Universitas Terbuka angkatan 1 dan beliau lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Sangat disayangkan, saya pribadi tidak mempunyai gelar melebihi gelar beliau tetapi minimal saya masih bisa berbangga bahwa pendapatan bulanan saya saat ini melebihi apa yang ayahanda dapatkan.
Selain ibu, bapak sangat menyayangi kami dengan cara yang berbeda. Nilai-nilai kesederhanaan, suka menolong saudara, sifat wirausaha biarpun beliau seorang karyawan murni, suka belajar adalah beberapa nilai yang sangat mempengaruhi saya di kemudian hari.
Ada beberapa hal yang bertolak belakang dengan pemikiran saya waktu itu yang akibatnya berujung dengan "berantem" antara ayah dan anak. Tetapi dikemudian hari, saat ini, saya menyesali bahwa apa yang diminta beliau itu semata-mata adalah untuk kebaikan kita terutama saya, beliau memberikan pengajaran dengan cara yang berbeda.
Selamat jalan dan kita semua pasti segera menyusul, saat ini hanya menunggu giliran saja