Cara menghidupkan denyut nadi kota kecil – Tour De Java part 4
Mudik bukan hanya sekedar tradisi tahunan atau tradisi “pembantu” seperti yang sering saya dengar dari kawan-kawan saya. Lebih jauh dari itu, mudik bisa juga digunakan sebagai pelepas rindu kepada keluarga setelah sekian lama tidak bertemu. Biasanya yangmengalami kerinduan seperti ini adalah kerinduan kakek/nenek kepada cucu-nya, kerinduan orang tua kepada anaknya setelah sekian lama tidak pernah pulang.
Diluar faktor kerinduan, ada lagi efek dahsyat dari mudik yaitu efek perputaran roda perekonomian di desa. Seperti yang saya lihat di sini, di Ciamis, sewaktu saya jalan-jalan ke alun-alun. Disana sangat banyak sekali pedagang “kagetan” yang tidak pernah jualan disitu pada hari biasa atau diluar bulan ramadhan. Mereka datang dari berbagai macam penjuru demi untuk mendekatkan kepada kerumunan. Seperti yang sudah diyakini pasar, dimana ada kerumunan maka disana pasti ada uang yang mengalir.
Sangat besar sekali perputaran uang disini, di Ciamis ini. Mari kita coba berhitung, jika 1 orang anak bisa menghabiskan uang minimal 20.000 untuk beli kembang api atau petasan kecil dan uang Ini juga belum termasuk jika anak itu harus jajan, yang kalau kita ambil rata-rata sekali jajan bisa 10.000. Maka 1orang anak bisa menghabiskan 30.000 atau kita ambil nilai tengahnya 25.000. Itu hanya untuk anaknya saja belum termasuk orang tuanya. Bapaknya bisa menghabiskan 1 bungkus rokok seharga 8.000-an. Beli bakso, minum es, beli jajanan seakan sudah menjadi sesuatu yang “wajib” di sini. Jadi bisa dikatakan 1 keluarga itu bisa menghabiskan 50.000 untuk sekali datang ke alun-alun atau kalau kita mau perkecil bisa menghasbiskan 25.00/keluarga. Bagaimana jika yang datang itu 1000 orang dalam 1 hari…??? Apakah ini sebuah pemborosan….??? Kita kembalikan kepada pribadi masing-masing.
Sebetulnya situasi diatas bisa dimanfaatkan oleh pemda setempat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Caranya bagaimana…?? Secara regular setiap malam minggu atau malam libur, pemda bekerjasama dengan pihak swasta mengadakan acara yang bisa mendatangkan pengunjung banyak seperti pertunjukan music, wayang, sulap, dll. Jika banyak pengunjung maka pedagang otomatis akan datang sendiri, ini sudah naluri pedagang. Jika pedagang sudah datang maka perlu dirapikan agar pengunjung yang datang bisa nyaman.
Lokasi parkir dicarikan yang representative agar tidak mengganggu arus kendaraan yang lewat. Disediakan WC umum sebagai prasarana tambahan, masak kalau ingin kencing harus di tempat gelap di bawah pohon…..
Keamanan ditingkatkan dengan adanya petugas berseragam. Biarpun untuk saat ini kondisinya masih aman, akan tetapi alangkah baiknya dilakukan tindakan pencegahan terlebih dahulu sebelum terjadi tindak kejahatan.
Jika semua hal diatas dijalankan secara terus-menerus, maka saya yakin denyut nadi kota Ciamis tidak hanya sampai jam 8 malam malah bisa sampai tengah malam. Beberapa tahun yang lalu denyut nadi malam hari di kota Ciamis hanya sampai mahgrib, setelah itu banyak toko yang tutup dan angkot banyak yang tidak mau beroperasi karena sepinya penumpang.
Semoga segera ada yang merealisasikannya….. entah dimana dan entah kapan…???
Diluar faktor kerinduan, ada lagi efek dahsyat dari mudik yaitu efek perputaran roda perekonomian di desa. Seperti yang saya lihat di sini, di Ciamis, sewaktu saya jalan-jalan ke alun-alun. Disana sangat banyak sekali pedagang “kagetan” yang tidak pernah jualan disitu pada hari biasa atau diluar bulan ramadhan. Mereka datang dari berbagai macam penjuru demi untuk mendekatkan kepada kerumunan. Seperti yang sudah diyakini pasar, dimana ada kerumunan maka disana pasti ada uang yang mengalir.
Sangat besar sekali perputaran uang disini, di Ciamis ini. Mari kita coba berhitung, jika 1 orang anak bisa menghabiskan uang minimal 20.000 untuk beli kembang api atau petasan kecil dan uang Ini juga belum termasuk jika anak itu harus jajan, yang kalau kita ambil rata-rata sekali jajan bisa 10.000. Maka 1orang anak bisa menghabiskan 30.000 atau kita ambil nilai tengahnya 25.000. Itu hanya untuk anaknya saja belum termasuk orang tuanya. Bapaknya bisa menghabiskan 1 bungkus rokok seharga 8.000-an. Beli bakso, minum es, beli jajanan seakan sudah menjadi sesuatu yang “wajib” di sini. Jadi bisa dikatakan 1 keluarga itu bisa menghabiskan 50.000 untuk sekali datang ke alun-alun atau kalau kita mau perkecil bisa menghasbiskan 25.00/keluarga. Bagaimana jika yang datang itu 1000 orang dalam 1 hari…??? Apakah ini sebuah pemborosan….??? Kita kembalikan kepada pribadi masing-masing.
Sebetulnya situasi diatas bisa dimanfaatkan oleh pemda setempat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Caranya bagaimana…?? Secara regular setiap malam minggu atau malam libur, pemda bekerjasama dengan pihak swasta mengadakan acara yang bisa mendatangkan pengunjung banyak seperti pertunjukan music, wayang, sulap, dll. Jika banyak pengunjung maka pedagang otomatis akan datang sendiri, ini sudah naluri pedagang. Jika pedagang sudah datang maka perlu dirapikan agar pengunjung yang datang bisa nyaman.
Lokasi parkir dicarikan yang representative agar tidak mengganggu arus kendaraan yang lewat. Disediakan WC umum sebagai prasarana tambahan, masak kalau ingin kencing harus di tempat gelap di bawah pohon…..
Keamanan ditingkatkan dengan adanya petugas berseragam. Biarpun untuk saat ini kondisinya masih aman, akan tetapi alangkah baiknya dilakukan tindakan pencegahan terlebih dahulu sebelum terjadi tindak kejahatan.
Jika semua hal diatas dijalankan secara terus-menerus, maka saya yakin denyut nadi kota Ciamis tidak hanya sampai jam 8 malam malah bisa sampai tengah malam. Beberapa tahun yang lalu denyut nadi malam hari di kota Ciamis hanya sampai mahgrib, setelah itu banyak toko yang tutup dan angkot banyak yang tidak mau beroperasi karena sepinya penumpang.
Semoga segera ada yang merealisasikannya….. entah dimana dan entah kapan…???